Jumat, 17 April 2020

PROSES ISLAMISASI DI JAWA SEJAK MASA PASCA KERUNTUHAN MAJAPAHIT

MAKALAH


PROSES ISLAMISASI DI JAWA SEJAK MASA PASCA
KERUNTUHAN MAJAPAHIT


Mata Kuliah            : Konsep Teori dan Pemikiran Pendidikan IPS
Dosen Pengampu    : Prof. Dr. Djoko Suryo



upy-color.jpg





Disusun Oleh:
SUDAWAN SUPRIADI
NPM : 15155140015




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2016




  1. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dibuat rumusan  masalah sebagai berikut :
1.     Bagaimana Nusantara dalam Masa Transisi : Dari Hindu-Budha ke Islam Abad XIV-XV ?
2.     Bagaiamana Proses Islamisasi di Jawa ?
3.     Bagaimana Wali Songo : Kedudukan dan Perannya dalam Proses Islamisasi ?
4.     Bagaiamana Pesantren : Penerus Pusat Islamisasi dari Masa Kolonial sampai Masa Kini ?

  1. Tujuan Makalah
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1.     Untuk mengetahui Nusantara dalam Masa Transisi : Dari Hindu-Budha ke Islam Abad XIV-XV.
2.     Untuk mengetahui Proses Islamisasi di Jawa.
3.     Untuk mengetahui Wali Songo : Kedudukan dan Perannya dalam Proses Islamisasi.
4.     Mengenal lebih dalam Pesantren : Penerus Pusat Islamisasi dari Masa Kolonial sampai Masa Kini.






BAB II
PEMBAHASAN



  1. Nusantara dalam Masa Transisi : Dari Hindu-Budha ke Islam Abad XIV-XV
Pergeseran sosial-keagamaan yang terjadi pada masa itu pada hakekatnya diperkuat, paling tidak, oleh empat kecenderungan perubahan penting.  Pertama, kecenderungan pergeseran rute perdagangan maritim dan zona-zona perdagangan maritim di Asia Tenggaran dari zona lama ke zona-zona baru , yang terjadi pada abad ke 14-15. Kedua, kecenderungan terjadinya kemunduran dan keruntuhan pusat-pusat politik tradisi besar hindu-budha dan merosotnya proses hinduisasi. Ketiga, kecenderungan terjadinya kelahiran pusat-pusat politik baru di bawah pengaruh tradisi besar islam yang berorientasi pada kehidupan maritim. Keempat, munculnya pusat-pusat tradisi besar islam di berbagai tempat di kepulauan nusantara tersebut sekaligus telah menjadi pusat penyebaran islam di wilayah sekitarnya.
Zona-zona perdagangan maritim yang berpusat pada wilayah perairan bagian utara semenanjung Melayu, perairan sekitar laut jawa, perairan selat malaka dan perairan sekitar laut sulu telah berkembang sejak abad ke-2 sampai abad ke-13. Pada abad ke 14-15 zona perdagangan di sekitar wilayah zona tersebut, termasuk wilayah pantai utara jawa.
Sementara itu, terbentuknya jaringan perdagangan antara wilayah nusantara dengan wilayah asia timur, telah menjadikan pelancong, pedagang dan migran cina atau tionghoa datang ke daerah kepulauan nusantara, termasuk pedagang atau orang-orang tionghoa muslim ke jawa. Keruntuhan kerajaan hindu majapahit pada akhir abad  ke 15 telah memberikan keleluasaan kelahiran kerajaan-kerajaan islam Malaka (abad ke-15), Demak (abad ke-15), Cirebon, Banten, dan kerajaan islam lainnya di nusantara, di antaranya Kerajaan Ternate dan Tidore di Maluku.
Pergeseran orientasi budaya hindu-budha ke budaya islam, pada hakekatnya berlangsung sejak abad ke 14-15 secara alami dan melalui proses transisional. Representasi pergeseran orientasi keagamaan dan tradisi-tradisi besarnya yang terjadi pada masa itu, nampak baik dalam representasi wujud budaya fisik maupun non fisik, yang sebagian telah menjadi bahan kajian sejarah, arkeologi, bahasa, sastra dan seni.
Ada empat teori yang menjelaskan persoalan proses islamisasi di wiyalah kepulauan indonesia yakni pertama, teori yang menyebutkan bahwa islam masuk keindonesia dari tanah arab lewat india. Kedua, teori yang mengatakan bahwa islam masuk keindonesia dari arab lewat persia. Ketiga, islam masuk ke indonesia dari arab lewat persia, kemudian masuk ke cina dan baru kemudian ke indonesia. Teori terkahir menyatakan islam masuk ke indonesia secara langsung di bawa oleh pembawanya dari tanah arab. Salah satu yang menarik di sini ialah adanya teori yang menyebutkan bahwa wilayah cina telah menjadi salah satu jalur masuk islam ke indonesia.

  1. Proses Islamisasi di Jawa
Proses Islamisasi di Jawa pada dasarnya dapat dilihat dari perspektif perjuangan antara proses memudarnya kekuasaan sentral kerajaan Majapahit dan merosotnya pendukung Hindu-Buddha di Jawa pada satu pihak, dan daerah pantai yang semula menjadi wilayah kekuasaannya mengalami proses Islamisasi secara kuat, pada pihak lain. Bagi para penguasa daerah pantai, kepercayaan baru, yaitu islam, menjadi senjata ideologi yang mantap, dan sumber finansial dari perdagangan islam yang dikuasainya, telah mempertegas legitimasi kekuasaannya untuk melepaskan diri dari pemerintahan pusat yang telah memudar. Selain itu guru-guru agama dan penulis kitab agama, kyahi, dan ulama telah terbentuk dari masa awal sebagai suatu unsur sosial yang khas dilingkungan masyarakat nusantara.
Bukti pertama tentang telah adanya pemeluk islam di jawa terutama ditunjukkan melalui temuan beberapa batu nisan islam yang ditemukan di Leran Jawa Timur, yang berangka tahun AD 1082, dan ditanah perkuburan Trowulan dan Troloyo yang terletak di dekat situs istana kerajaan Majapahit. Pada nisan tersebut tertulis anatar lain beberapa kutipan ayat-ayat Al-Qur’an. Ricklefs menyimpulkan bahwa batu nisan itu memberikan petunjuk bahwa sejumlah anggota keluarga elite kraton telah memeluk agama islam pada masa Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada abad ke 14-15 proses islamisasi di wilayah Jawa Timur telah mulai meluas, dan masuk ke wilayah pusat kerajaan.
Gambaran tentang proses islamisasi di jawa juga dapat disimak melalui karya-karya ajaran Tasawuf islam atau mistik islam dari pesisir utara jawa dari awal abad ke-16, seperti yang termuat dalam kitab primbon, kitab bonang, dan ajaran seh bari, yang diantaranya telah dikaji oleh G.W.J Drewes. Gambaran tentang hal sama dapat disimak dalam berbagai karya-karya babad dan serat, seperti babad tanah jawi dan serat cabolek.
Sebagaimana yang terjadi di daerah nusantara lainnya, fase-fase islamisasi di jawa pada hakekatnya juga dapat dilacak melalui fase-fase jenis perkembangan aliran ajarannya. Fase pertama pada 1200-1400, ajaran fiqih memegang peranan penting dalam penyebaran islam. Fase kedua, yaitu pada 1400-1700, selain masih terus berlangsungnya ajaran fase pertama, tetapi ajaran mistik dan tasawuf tampak berperan dan mengemuka. Pada fase ketiga, sejak 1700, ajaran kedua fase tersebut bersama-sama melangsungkan eksitensinya.

  1.  Wali Songo : Kedudukan dan Perannya dalam Proses Islamisasi
Kedudukan dan fungsi wali sebagai pemimpin agama dan penasehat pemerintahan yang sangat penting dalam masyarakat islam di jawa pada masa itu, tokoh wali dipandang sebagai ”orang suci” atau Keramat (saint) yang harus dihormati dan dipatuhi segala ajaran dan petunjuknya. Di duga atas kedudukan dan fungsinya yang sangat tinggi itu para tokoh wali dijawa mendapat gelar Sunan di depan namanya (susuhunan, suhun – jw – berarti dijunjung tinggi atau disembah) yang kurang lebih berarti sebagai orang yang dijunjung tinggi atau dihormati.
Mengapa kemudian lebih dikenal dengan sebutan wali songo, tidak terdapat penjelasan yang pasti dalam literatur jawa. Namun, diduga angka sembilan dipilih atas anggapan bahwa angka tersebut memiliki nilai keramat menurut pandangan kebudayaan jawa tradisional. Dapat disimpulkan bahwa pada masa itu pada hakekatnya terdapat dua kelompok wali di jawa, yaitu wali pada tingkat atas yaitu mereka yang tergabung dalam wali songo, dan wali  pada tingkat lokal atau daerah.  Golongan pertama merupakan kelompok wali yang memiliki peran dan fungsi yang lekat dengan pusat pemerintahan kerajaan islam, seperti Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten. Mereka secara fungsional menjadi penasehat Sultan atau Raja, bahkan kadang-kadang ikut terlibat dalam dinamika politik kerajaan. Hubungan mereka dengan raja dan pusat politik sangat dekat. Tidak heran apabila Wali Songo kemudian memang menjadi lebih populer di seluruh wilayah Jawa. Sementara tokoh Wali lokal, sesuai dengan terbatasnya jangkauan fungsi dan perannya, lebih dikenal di daerahnya saja.
Secara   konvensional tokoh Wali Songo yang menduduki posisi sentral dalam Kerajaan Islam di Jawa tersebut diatas antara lain sebagai berikut.
1)        Sunan Ngampel atau Raden Rahmat, dimakamkan di Ampel Suarabaya.
2)         Malik Ibrahim atau Maulana Magribi, dimakamkan di gresik.
3)        Sunan Giri atau Raden Paku, dimakamkan di Giri dekat Gresik.
4)        Sunan Drajat, putra Sunan Ngampel, dimakamkan di Sedayu Lawas.
5)        Sunan Bonang atau Makdum Ibrahim, putra Sunan Ngampel lainnya, yang kemungkinan lahir di Bonang Wetan dekat Rembang, wafat di Tuban
6)        Sunan Kudus, putra Sunan Ngudug, terkenal sebagai komandan prajurit Demak ketika menyerang Majapahit (1378). Ketika ayahnya meninggal, ia menggantikannya.
7)        Sunan Murya, termasuk seorang prajurit Demak yang ikut menyerang Majapahit yang kemudian menjadi ulama, dan ketika wafat dimakamkan di sebuah bukit di Gunung Murya.
8)        Sunan Kalijaga, yang juga dikenal sebagai Seda Lepen atau Jaka Sahid, disebut-sebut pernah menjadi Bupati dari Majapahit yang menyerang Jepara. Atas usaha Sunan Bonang telah menjadikan Jaka Sahid menjadi pengikutnya sebagai seorang Muslim tangguh, dan ia kawin dengan anak putri Sunan Gunung Jati. Atas permintaan Sultan Trenggana, Raja Demak. Sunan Kalijaga tinggal di Kadilangu sampai wafatnya.
9)        Sunan Gunung Jati, disebut-sebut berasal dari Pasai, kawin dengan saudara perempuan Sultan Trengana. Ia menaklukan Cirebon dan Banten. Disebut-sebut ia pernah memerintah di Kesultanan Cirebon. Ketika wafat dimakamkan di Gunung Jati, Cirebon.
Uraian diatas menjelaskan bahwa kedudukan kesembilan wali tersebut sangat tinggi, kuat dan  istimewa, selain sama-sama sebagai wali, mereka juga terjalin dalam ikatan hubungan vertikal dengan penguasa kerajaan tempat mereka berperan sebagai penasehat pemerintahan, tetapi mereka sekaligus secara horisontal terjalin dalam hubungan keluarga dan kekerabatan melalui perkawinan.  

  1. Pesantren : Penerus Pusat Islamisasi dari Masa Kolonial sampai Masa Kini
Sejumlah pesantren berdiri di sekitar dan diluar Kraton Mataram, terutama sejak pasca Pemerintahan Sultan Agung pada abad ke-17. Salah satu pesantren terkemuka berdiri di daerah tegal sari, terkenal bernama Pesantren Gebangtinatar di bawah asuhan Kyai Agung Kasan Besari, di dekat Panaraga. Pada abad ke-19 kedudukan pesantren meningkat menjadi lebih sentral tidak saja menjadi pusat Islamisasi, tetapi juga menjadi pusat beteng pertahanan rakyat orang pribumi terhadap ancaman kekuasaan pemerintah kolonial.
Peran pesantren semakin meningkat pada masa pergerakan nasional, yaitu pada periode 1900-1945, termasuk pada masa Pendudukan Jepang (1942-1945). Lebih-lebih pada masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1950), pesantren di Jawa Timur, jawa Tengah dan Jawa Barat memiliki andil besar terhadap perjuangan Republik Indonesia. Kedudukan pesantren tetap tidak surut, sekalipun pendidikan modern telah meluas, terutama sejak pasca revolusi (1950-an) hingga masa kini, keterlibatan berbagai pesantren di Jawa Timur pada masa revolusi dan masa tahun 1960-an dalam perjuangan bangsa, merupakan salah satu contoh penting untuk dicatat dalam Sejarah Indonesia.

Tidak dapat dipungkiri, pesantren sebagai warisan budaya masyarakat indonesia, masih tetap memiliki tempat di masyarakat indonesia, sebagai modal sosial-budaya bangsa yang tangguh yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Hal yang menarik untuk disimak bahwa Jawa Timur yang pernah menjadi pusat Kerajaan Hindu-Buddha Majapahit pada abad ke 13-15, kini menjadi salah satu pusat pendidikan pesantren terpenting di Indonesia. Ini merupakan suatu fenomena sosio-kultural dan historis penting dan unik dalam sejarah masyarakat Indonesia yang perlu digali dan dikaji untuk dipahami maknanya bagi masyarakat Indonesia pada masa kini.








BAB III
PEUTUP



  1. Kesimpulan
Uraian singkat di atas menjelaskan bahwa peran wali songo dan lembaga pesantren dalam Sejarah Jawa dan Sejarah Islam di Indonesia sangat penting.  Keunikan dan keistimewaan Sejarah Wali dan pesantren dalam Historiografi Jawa dan Historiografi Indonesia menuntut perlunya kajian yang mendalam mengenai periode transisi abad ke 14-15 untuk dapat memberikan gambaran yang utuh mengenai proses Islamisasi di Jawa dan Indonesia. Semoga pembahasan tentang Islamisasi di Jawa dan di daerah Jawa Timur  bermanfaat bagi kita semua.

  1. Saran
Dari analisis buku Transformasi Masyarakat Indonesia dalam Historiografi Indonesia Modern dengan tema judul Proses Islamisasi di Jawa Sejak Masa Pasca Keruntuhan Majapahit masih ada beberapa sumber data yang masih kurang banyak dikaji dalam buku tersebut, dan makalah ini dibuat oleh penulis dengan segala kemampuan dan keterbatasan, maka dari itu,penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan sehingga untuk mencapai kesempurnaan itu diharapkan agar pembaca dapat memberi saran dan kritik untuk membangun dan sempurnanya makalah ini. Dengan sepenuh hati, penulis memohon kepada Allah semoga makalah ini bisa bermanfaat buat pembaca serta penulis bahkan kepada khalayak umum. Akhirnya saya ucapkan terimakasih banyak atas saran dan kritiknya semoga makalah ini bisa bermanfaat.


DAFTAR PUSTAKA


Suryo, Djoko. 2009. Transformasi Masyarakat Indonesia dalam Historiografi    
             Indonesia Modern. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.

Ricklefs, M.C.A History of  Modern  Indonesia, since c. 1200. Edisi
Ketiga. Houndmills, etc., Palgrave, 2001.





PROSES ISLAMISASI DI JAWA SEJAK MASA PASCA KERUNTUHAN MAJAPAHIT

MAKALAH PROSES ISLAMISASI DI JAWA SEJAK MASA PASCA KERUNTUHAN MAJAPAHIT Mata Kuliah            : Konsep Teori dan Pemikiran...