Hidup mapan,
sukses dan berkeluarga pasti diinginkan semua orang. Seperti halnya saya resign
karena ada sesuatu hal yang berlawanan dengan prinsip saya, dan saya harus menginjakkan kaki dijogja untuk semua hal
diatas. Belajar dan belajar sangatlah hal yang harus dinimati. Tapi dari sini
saya banyak belajar tentang hal terkait profesi saya dahulu yakni sebagai
seorang pendidik, karena saya melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi tujuannya
adalah menjadi seorang pendidik yang lebih baik, bukan karena saya tidak puas
dengan ilmu sastra satu saya dulu namun terlepas itu saya ingin menggali semua
ilmu dari sudut lini manapun, bergaul dengan siapapun untuk mendapatkan sebuah
gagasan dari berbagai ilmu yang mungkin kelak bisa saya gunakan untuk masa
depan keluarga sendiri ataupun masyarakat.
Menjadi
seorang pendidik hal yang sangat berat karena beban moral, jika pemerintah
selalu menuntut lebih dari kemampuan seorang pendidik, dengan peraturan
pendidikan yang selalu berubah-ubah dan guru dituntut untuk cepat beradaptasi
dengan peraturan pemerintah. Saya disini belajar tentang hal itu semua,
bagaimana menjadi seorang guru yang inspiratif bukan superior atau medioker
yang pernah saya alami sebelum berada disini.
Saat ini saya
ingin mengubah cara pandang saya terhadap dunia pendidikan, khususnya yang
terjadi dulu pada saya. Mungkin menerapkan ilmu yang sudah saya dapatkan di
jogja tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi saya akan mencoba hal itu.
Dari sini saya sadar begitu kecilnya ilmu yang saya miliki, malu sekali ketika
tidak mampu mengubah gaya pendidikan yang pernah saya alami dulu. Bukan maksud
saya menjadi pahlawan kesiangan atau bagaimana, terlepas dari hal itu ada
sebuah pertanyaan dari dalam diri saya :
Pendidikan yang
demokrasi itu seperti apa?
Apa yang
harus dimiliki anak didik ketika lulus sekolah ?
Bagaiaman
cara menanamkan karakter kepada anak didik ?
Itu hanya sedikit
pertanyaan yang masih saya pikirkan sampai saat ini. Bukahkah itu semua yang
diinginkan pemerintah saat ini , tapi bagaimana implementasinya dalam dunia
pendidikan kita saat ini?
Pernahkah kita menganggap
anak didik kita adalah seperti anak kita sendiri?
yang harus kita jaga,
rawat dan beri perhatian lebih serta mendidiknya agar cerdas, mempunyai etika dan
sopan santun?
Hal yang
sangat mudah ketika kita bekerja pada posisi yang pas atau nyaman, saya ibaratkan
sebuah pabrik yang mengelola emas, apapun hasil pekerjanya pasti akan tetap
menghasilkan sebuah emas entah apapun bentuknya nama nya tetap emas. Tapi
bayangkan jika yang dikelola adalah sebuah barang bekas atau rongsokan, jika
pekerjanya mampu mengolah dengan baik maka akan menghasilkan sesuatu yang
luarbiasa tapi jika tidak bisa yang hanya akan menghasilkan sebuah barang
bekas/rongsokan dengan nilai jual rendah.
Di sini saya
bisa memahami bagaimana saya harus menjadi seorang pendidik yang mampu mengolah
sebuah sesuatu menjadi yang lebih berharga. Memberikan nilai tinggi bukan jadi
jaminan untuk mendapatkan sebuah pekerjaan yang layak dan menjadi sukses serta
nilai rendah bukan jaminan bakal susah mencari kerja, tentu semua anak didik
menginginkan nilai tinggi dan mendapatan sebuah pekerjaan yang baik. Tapi perlu
diketahui bahwasanya semua itu butuh proses dan strategi bagaimana menjadikan
anak didik menjadi sesuatu hal yang bernilai lebih, itu semua adalah tugas
seorang “Guru” menjadikan anak pintar dan beretika sesuai dengan konteks
peraturan pemerintah. Tetapi apakah itu
semua harus guru yang menjalankan? Tentu saja tidak, bantuan dari semua pihak
sekolah, orang tua serta lingkungan sekitar, karena yang ada didunia ini hampir
berefek domino.
Apakah demokrasi
ketika ruang lingkup seorang guru dibatasi?
Serpeti yang pernah saya
alami, demokrasi seorang guru dan siswa sangat tipis. Bahkan bisa dikatakan
tidak kentara. Dengan tidak adanya demokrasi untuk berekpresi baik pendidik
ataupun peserta didik, sudah bisa dipastikan kreativitas akan mati suri. Bukankah
budaya pendidikan itu bisa kita bedakan menjadi; akademik, non akademik, kerjasama,
sosial dan lain-lain. Manusia dilahirkan memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing dan disitulah peran seorang guru membantu menemukan kelebihan
anak didik. Seharusnya sekolah bisa memfasilitasi semua kegiatan tersebut. Setelah
saya selesai belajar di jogja ini harus bisa merubah mindset dan birokrasi
pendidikan yang dulu, ya walaupun sekali lagi saya katakan tidak semudah
membalikkan telapak tangan, tapi harus saya coba dulu meski akan banyak
hambatan.
Beragam curhatan dari teman-teman saya, mengajar
dengan gaya disiplin tidak bisa diterapkan, dengan model yang menarik sama juga
tidak berdampak positif lantas dengan
strategi pembelajaran seperti apa menghadapai anak didik seperti ini. Bahkan
solusi saya dulu buat mereka adalah yang penting kita hadir, mengajar dan dapat
honor. Terkait anak pandai atau tidak itukan sudah digariskan oleh YME. Itulah
yang terlitas dalam benak pikiran saya dulu sebelum ke kota istimewa dan saat
ini saya sadar bukankah yang seharusnya peran seorang guru itu demonstrator,
manajer, mediator, evaluator, penegak disiplin, petugas sosial, teladan,
relationship, dan lain-lain. Apakah seorang guru perlu perhatian pemerintah
terkait kesejahteraan? Mungkin sebagian sudah terjawab dengan tunjangan
sertifikasi, tapi bagaimana yang belum mendapatkan tunjangan bahkan honor masih
kurang dari lima ratus ribu rupiah perbulan. Terlepas dari itu semua, kita
semua harus bekerja extra untuk mengembalikan semangat belajar anak didik dan
teman-teman guru semua agar kita bisa mendidik dengan hati nurani serta ikhlas
menerima seberapa besar gaji yang ada, karena sudah jadi keputusan kita semua
untuk memilih profesi sebagai seorang guru. Jika tidak bisa menerima honor
seperti itu lalu kenapa dulu harus kuliah masuk di fakultas pendidikan. Bukan
salah siapa-siapa tapi bagaimana kita konsekuen dan konsisten dengan apa-apa
yang telah kita pilih pada saat itu.
Dari sini kita semua belajar menjadi guru yang inspiratif dan menjadi guru
sebagai contoh tauladan bagi anak didik kita semua.
Kita sebagai seorang Guru memiliki tugas yang beragam
yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang
profesi, bidang kemanusiaan, dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai
profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengajar adalah menyampaikan
pengetahuan pada anak didik. Menurut pengertian ini berarti tujuan belajar dari
siswa itu hanya sekedar ingin mendapatkan atau menguasai pengetahuan. Sedangkan
melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan peserta didik. Tugas
guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke
dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para peserta didiknya. Tugas
guru dalam bidang kemasyarakatan adalah sebagai contoh yang baik dan
suritauladan. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat
memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang
menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.
Berikut kalimat bijak
untuk kita pahami dan renungkan bila baik maka perlu kita implementasikan dalam
kegiatan sesuai dengan profesi kita semua :
“jangan banyak mencari banyak, carilah berkah. Banyak bisa didapat
dengan hanya meminta. Tapi memberi akan mendatangkan berkah. KH. A. Mustofa
Bisri”
“saya tidak mau pengalaman dan pengetahuan yang saya
miliki. Terkubur bersama tubuh saya ketika mati kelak. Bob sadino”
“Negeri ini butuh banyak pemuda pencari solusi, bukan pemuda
pemaki-maki. Ridwan kamil”
“guru adalah seorang pejuang tulus tanpa tanda jasa
mencerdaskan bangsa. Ki Hajar Dewantara”
“Be kind whenever possible it is always possible. Dalai Lama”
“dimanapun engkau berada selalulah menjadi yang
terbaik dan berikan yang terbaik dari yang bisa kau berikan. B.J Habibie”
“ Jadi guru itu tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti kamu
hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar. Ikhlasnya jadi hilang.
Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik.. Masalah muridmu
kelak jadi pintar atau tidak, serahkan pada Allah. Didoakan saja terus menerus
agar muridnya mendapat hidayah- Kiai Hj. Maemun Zubair”
Guru hidup karena karya
dan apapun yang bermanfaat untuk diri sendiri akan mati bersama kita, segala
sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang kekal abadi. Nah sekarang harus
ikhlas dan menikmati proses sebagai pendidik, semoga semua menjadi berkah. Allah SWT sudah mencatat niat baik kita.