MAKALAH
PROSES ISLAMISASI DI
JAWA SEJAK MASA PASCA
KERUNTUHAN MAJAPAHIT
Mata Kuliah :
Konsep Teori dan Pemikiran Pendidikan IPS
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Djoko Suryo
![]() |
Disusun Oleh:
SUDAWAN SUPRIADI
NPM : 15155140015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2016
- Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang diatas dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana Nusantara
dalam Masa Transisi : Dari Hindu-Budha ke Islam Abad XIV-XV ?
2.
Bagaiamana Proses Islamisasi di Jawa ?
3.
Bagaimana
Wali Songo : Kedudukan dan Perannya
dalam Proses Islamisasi ?
4.
Bagaiamana
Pesantren : Penerus Pusat Islamisasi dari Masa Kolonial sampai Masa Kini ?
- Tujuan Makalah
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui Nusantara dalam Masa Transisi : Dari Hindu-Budha ke Islam
Abad XIV-XV.
2.
Untuk mengetahui Proses Islamisasi di Jawa.
3.
Untuk
mengetahui Wali Songo : Kedudukan
dan Perannya dalam Proses Islamisasi.
4.
Mengenal
lebih dalam Pesantren : Penerus Pusat Islamisasi dari Masa Kolonial sampai Masa
Kini.
BAB II
PEMBAHASAN
- Nusantara
dalam Masa Transisi : Dari Hindu-Budha ke Islam Abad XIV-XV
Pergeseran sosial-keagamaan yang terjadi pada masa
itu pada hakekatnya diperkuat, paling tidak, oleh empat kecenderungan perubahan
penting. Pertama, kecenderungan pergeseran
rute perdagangan maritim dan zona-zona perdagangan maritim di Asia Tenggaran
dari zona lama ke zona-zona baru , yang terjadi pada abad ke 14-15. Kedua,
kecenderungan terjadinya kemunduran dan keruntuhan pusat-pusat politik tradisi
besar hindu-budha dan merosotnya proses hinduisasi. Ketiga, kecenderungan
terjadinya kelahiran pusat-pusat politik baru di bawah pengaruh tradisi besar
islam yang berorientasi pada kehidupan maritim. Keempat, munculnya pusat-pusat
tradisi besar islam di berbagai tempat di kepulauan nusantara tersebut
sekaligus telah menjadi pusat penyebaran islam di wilayah sekitarnya.
Zona-zona perdagangan maritim yang berpusat pada
wilayah perairan bagian utara semenanjung Melayu, perairan sekitar laut jawa,
perairan selat malaka dan perairan sekitar laut sulu telah berkembang sejak
abad ke-2 sampai abad ke-13. Pada abad ke 14-15 zona perdagangan di sekitar
wilayah zona tersebut, termasuk wilayah pantai utara jawa.
Sementara itu, terbentuknya jaringan perdagangan
antara wilayah nusantara dengan wilayah asia timur, telah menjadikan pelancong,
pedagang dan migran cina atau tionghoa datang ke daerah kepulauan nusantara,
termasuk pedagang atau orang-orang tionghoa muslim ke jawa. Keruntuhan kerajaan
hindu majapahit pada akhir abad ke 15 telah
memberikan keleluasaan kelahiran kerajaan-kerajaan islam Malaka (abad ke-15),
Demak (abad ke-15), Cirebon, Banten, dan kerajaan islam lainnya di nusantara,
di antaranya Kerajaan Ternate dan Tidore di Maluku.
Pergeseran orientasi budaya hindu-budha ke budaya
islam, pada hakekatnya berlangsung sejak abad ke 14-15 secara alami dan melalui
proses transisional. Representasi pergeseran orientasi keagamaan dan
tradisi-tradisi besarnya yang terjadi pada masa itu, nampak baik dalam
representasi wujud budaya fisik maupun non fisik, yang sebagian telah menjadi
bahan kajian sejarah, arkeologi, bahasa, sastra dan seni.
Ada empat teori yang menjelaskan persoalan proses
islamisasi di wiyalah kepulauan indonesia yakni pertama, teori yang menyebutkan
bahwa islam masuk keindonesia dari tanah arab lewat india. Kedua, teori yang
mengatakan bahwa islam masuk keindonesia dari arab lewat persia. Ketiga, islam
masuk ke indonesia dari arab lewat persia, kemudian masuk ke cina dan baru
kemudian ke indonesia. Teori terkahir menyatakan islam masuk ke indonesia
secara langsung di bawa oleh pembawanya dari tanah arab. Salah satu yang
menarik di sini ialah adanya teori yang menyebutkan bahwa wilayah cina telah
menjadi salah satu jalur masuk islam ke indonesia.
- Proses
Islamisasi di Jawa
Proses Islamisasi di Jawa pada dasarnya dapat
dilihat dari perspektif perjuangan antara proses memudarnya kekuasaan sentral
kerajaan Majapahit dan merosotnya pendukung Hindu-Buddha di Jawa pada satu
pihak, dan daerah pantai yang semula menjadi wilayah kekuasaannya mengalami
proses Islamisasi secara kuat, pada pihak lain. Bagi para penguasa daerah
pantai, kepercayaan baru, yaitu islam, menjadi senjata ideologi yang mantap,
dan sumber finansial dari perdagangan islam yang dikuasainya, telah mempertegas
legitimasi kekuasaannya untuk melepaskan diri dari pemerintahan pusat yang
telah memudar. Selain itu guru-guru agama dan penulis kitab agama, kyahi, dan
ulama telah terbentuk dari masa awal sebagai suatu unsur sosial yang khas
dilingkungan masyarakat nusantara.
Bukti pertama tentang telah adanya pemeluk islam di
jawa terutama ditunjukkan melalui temuan beberapa batu nisan islam yang
ditemukan di Leran Jawa Timur, yang berangka tahun AD 1082, dan ditanah
perkuburan Trowulan dan Troloyo yang terletak di dekat situs istana kerajaan
Majapahit. Pada nisan tersebut tertulis anatar lain beberapa kutipan ayat-ayat
Al-Qur’an. Ricklefs menyimpulkan bahwa batu nisan itu memberikan petunjuk bahwa
sejumlah anggota keluarga elite kraton telah memeluk agama islam pada masa Majapahit
mencapai puncak kejayaannya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada abad ke 14-15
proses islamisasi di wilayah Jawa Timur telah mulai meluas, dan masuk ke
wilayah pusat kerajaan.
Gambaran tentang proses islamisasi di jawa juga
dapat disimak melalui karya-karya ajaran Tasawuf islam atau mistik islam dari
pesisir utara jawa dari awal abad ke-16, seperti yang termuat dalam kitab
primbon, kitab bonang, dan ajaran seh bari, yang diantaranya telah dikaji oleh
G.W.J Drewes. Gambaran tentang hal sama dapat disimak dalam berbagai
karya-karya babad dan serat, seperti babad tanah jawi dan serat cabolek.
Sebagaimana yang terjadi di daerah nusantara
lainnya, fase-fase islamisasi di jawa pada hakekatnya juga dapat dilacak
melalui fase-fase jenis perkembangan aliran ajarannya. Fase pertama pada
1200-1400, ajaran fiqih memegang peranan penting dalam penyebaran islam. Fase
kedua, yaitu pada 1400-1700, selain masih terus berlangsungnya ajaran fase
pertama, tetapi ajaran mistik dan tasawuf tampak berperan dan mengemuka. Pada
fase ketiga, sejak 1700, ajaran kedua fase tersebut bersama-sama melangsungkan
eksitensinya.
- Wali Songo : Kedudukan dan
Perannya dalam Proses Islamisasi
Kedudukan dan fungsi wali sebagai pemimpin agama dan
penasehat pemerintahan yang sangat penting dalam masyarakat islam di jawa pada
masa itu, tokoh wali dipandang sebagai ”orang suci” atau Keramat (saint) yang harus dihormati dan dipatuhi
segala ajaran dan petunjuknya. Di duga atas kedudukan dan fungsinya yang sangat
tinggi itu para tokoh wali dijawa mendapat gelar Sunan di depan namanya
(susuhunan, suhun – jw – berarti dijunjung tinggi atau disembah) yang kurang
lebih berarti sebagai orang yang dijunjung tinggi atau dihormati.
Mengapa kemudian lebih dikenal dengan sebutan wali
songo, tidak terdapat penjelasan yang pasti dalam literatur jawa. Namun, diduga
angka sembilan dipilih atas anggapan bahwa angka tersebut memiliki nilai
keramat menurut pandangan kebudayaan jawa tradisional. Dapat disimpulkan bahwa
pada masa itu pada hakekatnya terdapat dua kelompok wali di jawa, yaitu wali
pada tingkat atas yaitu mereka yang tergabung dalam wali songo, dan wali pada
tingkat lokal atau daerah. Golongan
pertama merupakan kelompok wali yang memiliki peran dan fungsi yang lekat
dengan pusat pemerintahan kerajaan islam, seperti Kesultanan Demak, Kesultanan
Cirebon dan Kesultanan Banten. Mereka secara fungsional menjadi penasehat
Sultan atau Raja, bahkan kadang-kadang ikut terlibat dalam dinamika politik
kerajaan. Hubungan mereka dengan raja dan pusat politik sangat dekat. Tidak
heran apabila Wali Songo kemudian
memang menjadi lebih populer di seluruh wilayah Jawa. Sementara tokoh Wali
lokal, sesuai dengan terbatasnya jangkauan fungsi dan perannya, lebih dikenal
di daerahnya saja.
Secara konvensional
tokoh Wali Songo yang menduduki
posisi sentral dalam Kerajaan Islam di Jawa tersebut diatas antara lain sebagai
berikut.
1)
Sunan
Ngampel atau Raden Rahmat, dimakamkan di Ampel Suarabaya.
2)
Malik Ibrahim atau Maulana Magribi, dimakamkan
di gresik.
3)
Sunan Giri
atau Raden Paku, dimakamkan di Giri dekat Gresik.
4)
Sunan
Drajat, putra Sunan Ngampel, dimakamkan di Sedayu Lawas.
5)
Sunan
Bonang atau Makdum Ibrahim, putra Sunan Ngampel lainnya, yang kemungkinan lahir
di Bonang Wetan dekat Rembang, wafat di Tuban
6)
Sunan
Kudus, putra Sunan Ngudug, terkenal sebagai komandan prajurit Demak ketika
menyerang Majapahit (1378). Ketika ayahnya meninggal, ia menggantikannya.
7)
Sunan
Murya, termasuk seorang prajurit Demak yang ikut menyerang Majapahit yang
kemudian menjadi ulama, dan ketika wafat dimakamkan di sebuah bukit di Gunung
Murya.
8)
Sunan
Kalijaga, yang juga dikenal sebagai Seda Lepen atau Jaka Sahid, disebut-sebut
pernah menjadi Bupati dari Majapahit yang menyerang Jepara. Atas usaha Sunan
Bonang telah menjadikan Jaka Sahid menjadi pengikutnya sebagai seorang Muslim
tangguh, dan ia kawin dengan anak putri Sunan Gunung Jati. Atas permintaan
Sultan Trenggana, Raja Demak. Sunan Kalijaga tinggal di Kadilangu sampai
wafatnya.
9)
Sunan
Gunung Jati, disebut-sebut berasal dari Pasai, kawin dengan saudara perempuan
Sultan Trengana. Ia menaklukan Cirebon dan Banten. Disebut-sebut ia pernah
memerintah di Kesultanan Cirebon. Ketika wafat dimakamkan di Gunung Jati,
Cirebon.
Uraian diatas menjelaskan bahwa kedudukan kesembilan
wali tersebut sangat tinggi, kuat dan
istimewa, selain sama-sama sebagai wali, mereka juga terjalin dalam
ikatan hubungan vertikal dengan penguasa kerajaan tempat mereka berperan
sebagai penasehat pemerintahan, tetapi mereka sekaligus secara horisontal
terjalin dalam hubungan keluarga dan kekerabatan melalui perkawinan.
- Pesantren : Penerus Pusat
Islamisasi dari Masa Kolonial sampai Masa Kini
Sejumlah pesantren berdiri di sekitar dan diluar
Kraton Mataram, terutama sejak pasca Pemerintahan Sultan Agung pada abad ke-17.
Salah satu pesantren terkemuka berdiri di daerah tegal sari, terkenal bernama
Pesantren Gebangtinatar di bawah asuhan Kyai Agung Kasan Besari, di dekat
Panaraga. Pada abad ke-19 kedudukan pesantren meningkat menjadi lebih sentral
tidak saja menjadi pusat Islamisasi, tetapi juga menjadi pusat beteng
pertahanan rakyat orang pribumi terhadap ancaman kekuasaan pemerintah kolonial.
Peran pesantren semakin meningkat pada masa
pergerakan nasional, yaitu pada periode 1900-1945, termasuk pada masa
Pendudukan Jepang (1942-1945). Lebih-lebih pada masa Revolusi Kemerdekaan
(1945-1950), pesantren di Jawa Timur, jawa Tengah dan Jawa Barat memiliki andil
besar terhadap perjuangan Republik Indonesia. Kedudukan pesantren tetap tidak
surut, sekalipun pendidikan modern telah meluas, terutama sejak pasca revolusi
(1950-an) hingga masa kini, keterlibatan berbagai pesantren di Jawa Timur pada
masa revolusi dan masa tahun 1960-an dalam perjuangan bangsa, merupakan salah
satu contoh penting untuk dicatat dalam Sejarah Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri, pesantren sebagai warisan
budaya masyarakat indonesia, masih tetap memiliki tempat di masyarakat
indonesia, sebagai modal sosial-budaya bangsa yang tangguh yang perlu
dilestarikan dan dikembangkan.
Hal yang menarik untuk disimak bahwa Jawa Timur yang
pernah menjadi pusat Kerajaan Hindu-Buddha Majapahit pada abad ke 13-15, kini
menjadi salah satu pusat pendidikan pesantren terpenting di Indonesia. Ini
merupakan suatu fenomena sosio-kultural dan historis penting dan unik dalam
sejarah masyarakat Indonesia yang perlu digali dan dikaji untuk dipahami
maknanya bagi masyarakat Indonesia pada masa kini.
BAB III
PEUTUP
- Kesimpulan
Uraian singkat di atas menjelaskan bahwa peran wali songo dan lembaga pesantren dalam
Sejarah Jawa dan Sejarah Islam di Indonesia sangat penting. Keunikan dan keistimewaan Sejarah Wali dan
pesantren dalam Historiografi Jawa dan Historiografi Indonesia menuntut
perlunya kajian yang mendalam mengenai periode transisi abad ke 14-15 untuk dapat
memberikan gambaran yang utuh mengenai proses Islamisasi di Jawa dan Indonesia.
Semoga pembahasan tentang Islamisasi di Jawa dan di daerah Jawa Timur bermanfaat bagi kita semua.
- Saran
Dari
analisis buku Transformasi
Masyarakat Indonesia dalam Historiografi Indonesia Modern dengan tema judul Proses Islamisasi di Jawa Sejak Masa Pasca
Keruntuhan Majapahit masih ada beberapa sumber data yang masih kurang banyak
dikaji dalam buku tersebut, dan makalah ini dibuat oleh penulis
dengan segala kemampuan dan keterbatasan, maka dari itu,penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan-kekurangan sehingga untuk mencapai kesempurnaan itu
diharapkan agar pembaca dapat memberi saran dan kritik untuk membangun dan
sempurnanya makalah ini. Dengan sepenuh hati, penulis memohon kepada Allah
semoga makalah ini bisa bermanfaat buat pembaca serta penulis bahkan kepada
khalayak umum. Akhirnya saya ucapkan terimakasih banyak atas saran dan kritiknya
semoga makalah ini bisa bermanfaat.
DAFTAR
PUSTAKA
Suryo, Djoko. 2009. Transformasi Masyarakat
Indonesia dalam Historiografi
Indonesia
Modern. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
Ricklefs, M.C.A History of Modern Indonesia, since c. 1200. Edisi
Ketiga. Houndmills, etc.,
Palgrave, 2001.
